Beranda CleanTech Problema Ketergantungan Bahan Baku Impor Petrokimia

Problema Ketergantungan Bahan Baku Impor Petrokimia

10
0
Problema Ketergantungan Bahan Baku Impor Petrokimia

Permasalahan ketergantungan produksi Petrokimia nasional akan bahan baku impor sangat besar, begitulah tanggapan Director for Business Development Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik, Budi Sadiman menyikapi ketahanan sumber energi yang kian tahun makin defisit.

Baginya ketergantungan bahan baku impor tidak bisa lepas begitu saja kaitannya dari industri hilir, terutama di wilayah produksi Petrokimia. Besarnya impor yang hampir 50 persen dari kebutuhan nasional, dinilai sangatlah memperhatinkan.

Ia menegaskan berdasar pengamatan analisis, bahwa besarnya kebutuhan impor sumber bahan baku dari tahun ke tahun selalu meningkat. Terlebih ia mencotohkan dalam permintaan bahan baku turunan jenis polymer saja untuk di tahun 2017 sudah mencapai 6 ribu ton, meningkat drastis ketimbang tahun lalu yang hanya mencapai 4 ribu ton per tahun.

“Bahkan ditahun 2025 permintaan bahan baku polymer bisa mencapai 12 ribu ton per tahun,” jelasnya.

Ia menyampaikan, Pertamina yang berstatus sebagai Industri Hulu, terlalu mementingkan bagaimana memenuhi kebutuhan sumber daya energi migas nasional. Kurang begitu menyadari untuk mengolah sumber energi migas, menjadi komoditas yang mempunyai nilai tambah lebih, yang memungkinkan dari hasil pertambahan nilai tersebut digunakan untuk memproduksi sumber energi alternatif terbarukan (EBT) atau meningkatkan sektor perindustrian Petrokimia nasional.

Dengan memaparkan kondisi Petrokimia nasional lebih jauh, ia mengungkapkan, bahwa hampir semester akhir tahun 2017 jumlah permintaan bahan baku Petrokimia sudah 5,5 juta ton per tahun, sedangkan untuk produksi nasional hanya 2,45 juta ton per tahun.

“Ini sangat mengkhawatirkan hampir 50 persen bahan baku industri untuk memenuhi permintaan masih import dari pihak luar,” ungkapnya.

Terlebih dalam dalam neraca perdagangan ekspor impor nasional, ia menyebutkan jumlah yang paling mendominasi nilai impor sudah menacapai 30 persen. Yang menurutnya terlampau cukup besar dan cukup menyayangkan, hanya untuk produksi industri plastik negara masih mengandalkan bahan baku impor dari luar.